RAZORA

Jumat, 06 Januari 2012

B. Pada Masa Orde Baru Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik

Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen
Soeharto berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak
menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu diberi landasan
hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan
sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum
tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan
Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum
yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan
kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia
yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan
Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran
Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai
organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.


Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang berjudul
“Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban
Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah
PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal 30
September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan
Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam
Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat
Ketetapan penting berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967
tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden
Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto
sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS
hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan
kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto
Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan
Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin
Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan
Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan
panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno

Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka
dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan
Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang
ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera
disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas politik dan
stabilitas ekonomi. Program kerjanya disebut Catur Karya, yang
isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk
kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa
faktor berikut.
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama
dengan golongan militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan
Golongan Karya (Golkar) dalam
setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya
yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang
kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.

Untuk mewujudkan kehidupan rakyat
yang demokratis, maka diselenggarakan                                      
pemilihan umum. Pemilu pertama pada
masa pemerintahan Orde Baru
dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh
sembilan partai politik dan satu Golongan
karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun
1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba,
Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam
Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai
Katolik, Partai Kristen Indonesia
(Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional
Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu
adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).


Gambar 13.5 Sembilan Partai Politik dan Satu
Golongan Karya peserta pemilu tahun 1971.

Fusi partai
dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti
menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo,
PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi
Indonesia (PDI).

Di samping membina stabilitas politik dalam negeri,
pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahanperubahan
dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya
pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia
kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya pada masa
Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari
PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia
dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri
Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang
Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan
diplomatik dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC
membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap
terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan
persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus
sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan
hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri
Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil
Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan
tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok
(Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk
menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah
satu negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia
Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri
Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi
kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus
1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Free Website templatesfreethemes4all.comLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesFree Soccer VideosFree Wordpress ThemesFree Web Templates